Curi Uang Nasabah Rp 2,3 Miliar, Petugas BRI Dicokok Polisi

Makassar, IDN Times - Direktorat Kriminal Khusus Polda Sulawesi Selatan (Sulsel) menangkap Rika Dwi Merdekawati (28), teller Bank BRI karena mencuri uang nasabahnya lebih dari Rp 2,3 miliar. Kabid Humas Polda Sulsel Kombes Dicky Sondani dalam keterangannya di Mapolda Sulsel, jalan Perintis Kemerdekaan, Makassar, Rabu (30/1/2019), menyebutkan tersangka yang merupakan teller BRI unit Toddopuli, melakukan aksinya dengan mengambil sebagian uang nasabahnya dari yang dimasukkan ke sistem BRI-NET.
“Total uang yang berhasil diambil dari 47 nasabahnya mencapai Rp 2,3 miliar, salah satunya modus operandi mengambil sebagian uang dari yang disetorkan nasabahnya dan menginput jumlah yang disetor dengan jumlah berbeda pada sistem internet banking BRI,” ujar Dicky.
1. Tersangka palsukan tanda tangan nasabahnya

Dicky menuturkan tersangka Rika juga mengambil uang nasabah dengan mengambil selisih uang dari yang disetorkan, dan menarik uang nasabahnya dengan menggunakan slip setoran dengan tanda tangan palsu. Tersangka leluasa menarik uang nasabah karena ia seorang diri bertugas sebagai teller di unit BRI Toddopuli Cabang Panakukang.
“Setelah mengambil uang nasabahnya dengan slip setoran bertandatangan palsu, tersangka menginput ke data internet banking nasabahnya,” jelas Dicky.
2. Tersangka ditangkap di hotel bintang lima

Tersangka Rika ditangkap anggota Fiskal Moneter Devisa (Fismodev) Direktorat Kriminal Khusus Polda Sulsel saat bersembunyi di hotel Gammara, hotel bintang 5 di kawasan Metro Tanjung Bunga, pada Sabtu malam lalu (26/1). Tim Fismodev menangkap tersangka berdasarkan laporan pihak BRI Unit Toddopuli pada 17 Januari lalu. Rika diketahui melakukan aksinya selama 8 bulan, sejak April 2018 lalu.
3. Uang nasabah digunakan membeli mobil dan emas

Dicky menambahkan tersangka menggunakan dana nasabah hasil curiannya dengan membeli sejumlah barang, seperti mobil, motor, perhiasan emas. Termasuk juga membayar utang dan digunakan usaha.
Karena perbuatannya tersangka dijerat Pasal 49 ayat 1, UU Republik Indonesia No 10 Tahun 1998 dengan ancaman kurungan penjara paling lama 15 tahun dan denda maksimal Rp 200 miliar.