Hari Guru Nasional, Ini 5 Harapan IGI kepada Mendikbud Nadiem Makarim

Makassar, IDN Times - Bersamaan dengan peringatan Hari Guru Nasional pada Senin (25/11) ini, Ikatan Guru Indonesia (IGI) menyampaikan harapannya kepada sang Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang baru yakni Nadiem Makarim.
Sejak berdiri pada 26 November 2009, IGI memang aktif terlibat dalam upaya meningkatkan kompetensi guru melalui sejumlah program pelatihan bagi anggotanya yang telah berjumlah 1,5 juta orang.
Di Hari Guru Nasional 2019, IGI melontarkan lima harapan kepada figur millennial yang tengah memangku jabatan penting dalam misi mencerdaskan kehidupan bangsa. Apa saja itu?
1. Sinergi visi dengan Mendikbud

Penunjukan Nadiem Makarim menjadi Mendikbud disambut hangat oleh IGI. Mereka berpendapat bahwa visi yang dibawa oleh sosok 35 tahun tersebut sejalan dengan apa yang selama ini IGI lakukan.
"Ini menjadi sebuah kegembiraan bagi Ikatan Guru Indonesia karena hampir bisa dipastikan ide dan pemikiran-pemikirannya akan sangat sesuai dan sejalan dengan IGI," ungkap Muhammad Ramli Rahim, Ketua Umum Pengurus Pusat IGI, dalam rilis yang diterima IDN Times pada hari Minggu (24/11).
Pihaknya mengakui bahwa sejumlah program IGI, seperti memaksimalkan penggunaan teknologi dalam aktivitas belajar mengajar, memang tidak biasa dan cenderung akan sulit diterima oleh beberapa pihak yang sulit menerima perubahan. Namun mereka tetap kukuh pada misi mempersiapkan masa depan siswa-siswi lulusan.
2. Beban administrasi berkurang

Nadiem Makarim, dalam naskah pidato yang sudah beredar luas sejak Sabtu (23/11) kemarin, menulis bahwa tugas administratif cenderung menyita waktu tenaga pengajar alih-alih fokus sebagai pembimbing dalam ruang kelas.
"Anda ingin membantu murid yang mengalami ketertinggalan di kelas, tetapi waktu Anda habis untuk mengerjakan tugas administratif tanpa manfaat yang jelas," tulisnya.
Hal tersebut diamini oleh IGI. Mereka menyebut beban administrasi selama ini menjadi tugas dan senjata pejabat-pejabat tertentu untuk membuat beban inspirasi guru semakin berat. Harapannya? Tentu saja berkurangnya tugas administrasi demi terciptanya suasana belajar mengajar yang hakiki.
3. Peningkatan kompetensi siswa

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, peningkatan kompetensi guru yang selama ini menjadi misi utama IGI diharapkan bermuara kepada menanjaknya kompetensi siswa lulusan.
"Ikatan Guru Indonesia memandang diperlukannya inovasi dengan menyederhanakan jumlah mata pelajaran mempercepat penguasaan bahasa dunia bagi anak-anak kita dan menjadikan lulusan SMA-SMK memiliki keterampilan dan keahlian sehingga mudah diserap oleh lapangan kerja di masa depan," lanjut Ramli.
Ini senada dengan perhitungan Badan Pusat Statistik terbaru, yang menyebut bahwa dari 7,09 juta pengangguran di seluruh Indonesia, SMK menyumbang persentase tertinggi yakni 10,42% disusul SMA dengan 7,92%.
4. Masa depan finansial yang pasti

Masalah pendapatan jadi salah satu isu krusial yang sudah terjadi sejak lama. Meski sudah coba ditingkatkan melalui sertifikasi, tetap saja ditemui honor guru PNS yang berada di bawah Upah Minimum Kabupaten atau Upah Minimum Provinsi.
Nasib lebih miris dialami oleh para guru honorer dengan gaji minim serta masa depan yang tak pasti. Data Kemendikbud tahun 2018 melansir bahwa dari sekitar 3 juta guru di Indonesia, lebih dari setengahnya (1,5 juta) masih berstatus sebagai non-PNS.
Belum lagi menyoal fakta bahwa total gaji guru di Indonesia (menurut survei UNESCO tahun 2016) berada di peringkat terendah se-Asia Tenggarra.
IGI mengaku siap mendorong Nadiem Makarim dalam misi memastikan guru-guru yang bekerja di seluruh Indonesia adalah guru-guru yang memiliki status yang jelas, masa depan yang jelas, serta memiliki upah sesuai dengan peraturan daerah masing-masing.
5. Menempatkan guru di derajat mulia

Nadiem sepakat bahwa guru adalah pekerjaan termulia sekaligus yang tersulit. Hal tersebut terlihat dari fakta di lapangan. Para pengajar dikenal sebagai orang-orang yang bekerja penuh kegigihan dalam segala keterbatasan.
Sebagai Ketua IGI, Muhammad Ramli Rahim, meminta sang Mendikbud menyelesaikan perkara finansial dan ketidakpastian masa depan. Hal ini, kata Ramli, harus dilakukan agar para guru dapat berkonsentrasi pada proses pembelajaran serta menyiapkan anak-anak penerus bangsa.
"Prinsip guru tanpa tanda jasa sudah harus diubah mengingat kebutuhan untuk kehidupan sehari-hari semakin berat. Karena itu guru-guru Indonesia harus ditempatkan pada posisi yang mulia dengan diberikan pendapatan yang layak," tegasnya.

















